Rabu, 06 April 2011

ANALISIS RETAIL MIX

Strategi Bersaing Hero, Giant dan Carrefour


Bagi Hero, persaingan yang dihadapinya makin lama makin ketat. Celakanya, persaingan itu tidak berimbang. Kenyataan inilah yang mengharuskan Hero menentukan sikap. Manajemen Hero, yang sebelumnya masih wait and see, kini ibarat petarung yang siap mengerek bendera perang tinggi-tinggi. Tekad untuk bertarung sudah dimulai lewat rapat umum pemegang saham Jumat dua pekan silam. Di situ diputuskan untuk tidak membagikan dividen. Keuntungan yang diperoleh tahun lalu akan dipakai sepenuhnya untuk ekspansi usaha. Dalam rangka itu, Hero akan menambah tiga sampai lima outlet (gerai) supermarket dan dua sampai tiga cabang hipermarket Giant dengan dana sekitar Rp 100 miliar. Tampaknya, target utama Hero ialah menjadikan Giant sebagai tumpuan untuk menggenjot pendapatan, sekaligus menantang Carrefour. Carrefour? Kehadiran perusahaan eceran asal Prancis itu bak duri dalam daging bagi banyak perusahaan eceran di Indonesia. Dengan status sebagai hipermarket, mestinya Carrefour tidak diizinkan beroperasi di dalam kota. Tentang ini sudah banyak protes disuarakan. Toh izin bagi Carrefour diberikan juga ketika pemerintahan Habibie masih berkuasa. Nah, sejak itu gerak maju Carrefour nyaris tak terbendung. Hal ini lebih dimungkinkan karena Carrefour mendirikan imperium bisnisnya di pusat kota-seperti di Pasar Festival (Kuningan) atau Ratu Plaza (Senayan), Jakarta. Memang, Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) berkali-kali memprotes Pemerintah Daerah Jakarta. Tapi protes itu tidak digubris. Sementara itu, Carrefour terus saja membangun gerainya di berbagai lokasi strategis. Terakhir, Carrefour membuka cabangnya yang ke-10 di Mal Ambassador, Kuningan, Jakarta, Desember silam. Tampaknya, bagi Hero, sudah tiba masa untuk menantang Carrefour. Pilihan lain memang tak ada. Simaklah laba bersih Hero yang terus menurun selama empat tahun terakhir. Pada 1999, Hero mampu membukukan laba bersih Rp 91 miliar (Rp 14,4 miliar di antaranya berasal dari pembayaran klaim asuransi atas sejumlah gerai Hero yang terbakar). Namun, tahun lalu laba bersih Hero tinggal sepertiganya. Memang, dalam periode 1999 -2002, penjualan Hero terus meningkat. Tapi, pada saat yang sama, biaya operasional juga naik, terutama tarif listrik yang terus menanjak. Sialnya, Hero tak bisa menaikkan harga sembarangan lantaran pesaing seperti Carrefour bisa memasang harga yang jauh lebih rendah. “Persaingan itu yang membuat margin Hero tipis,” kata Rani Sofjan, analis Bahana Securities. Ketua Aprindo, Rudy Sumampouw, mengakui bahwa sulit bagi perusahaan retail biasa untuk menyaingi Carrefour. Menurut dia, Carrefour seharusnya dikategorikan grosir sehingga ia tidak boleh menjual langsung ke konsumen. Sebagai grosir, Carrefour mesti mengikuti pola usaha Makro, yang hanya menjual kepada anggota. Di mana-mana memang begitu aturan mainnya. Tapi, karena skala usaha Carrefour setingkat grosir sedangkan kebebasannya berusaha disamakan dengan retail, tentu saja ia memiliki sejumlah advantage. “Bagaimana mungkin kita bersaing, karena Carrefour memotong mata rantai distribusi yang panjang,” Rudy menjelaskan. Mata rantai distribusi Carrefour (produsen-konsumen) memang jauh lebih pendek ketimbang yang normal (produsen-distributor-pedagang-konsumen). Juru bicara Carrefour, Triyono Projosoesilo, mengakui bahwa harga yang murah menjadi andalan utama perusahaan retail terbesar kedua di dunia setelah Wal-Mart, Amerika Serikat, itu. Agaknya, karena itulah Hero menjajaki apa yang dilakukan Carrefour dengan membangun jaringan hipermarket Giant. Bagi Hero, tak mungkin bertarung melawan Carrefour hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Mata rantainya terang lebih panjang, dan karenanya mustahil mematok harga lebih murah. Dengan Giant, Hero bisa bertarung di ring yang sama. Saat ini, Hero sudah memiliki dua gerai Giant, masing-masing di Tangerang dan Surabaya. Gerai ketiga di Bekasi bakal beroperasi tahun ini. Jika rencana Hero terealisasi, pada tahun depan Hero sudah memiliki enam outlet Giant. Kelak, Giant memang bakal jadi andalan Hero. “Target kita, Giant bisa menyumbang 20 persen pendapatan Hero,” kata Presiden Direktur Hero, Ipung Kurnia, kepada Syakur dari Koran Tempo beberapa waktu lalu. Kini, Hero masih bergantung pada segmen supermarket, yang menyumbang sekitar 80 persen. Tapi, dengan skala usaha yang jauh lebih besar, Giant bakal menggantikan posisi Hero. Ekspansi usaha ini berlangsung mulus karena Hero dan Giant sama-sama dikuasai oleh Dairy Farm International. Di Giant, Dairy menguasai 90 persen saham, sementara di Hero hanya 37 persen. Meskipun demikian, tetap tak mudah menantang Carrefour. Jaringan usaha Carrefour jelas sangat kuat. Di Asia, Carrefour memiliki lebih dari 110 gerai. Bandingkan dengan Giant, yang baru memiliki 13 gerai hipermarket di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Pada tahun 2001, Carrefour berhasil mencatat penjualan di Asia sekitar lima miliar euro atau sekitar Rp 47 triliun. Dari jumlah itu, delapan gerai Carrefour Indonesia menyumbang penjualan hampir Rp 2 triliun. Bandingkan dengan 66 gerai Hero, yang pada tahun yang sama hanya menghasilkan penjualan sedikit di bawah Rp 2 triliun. Menurut Rudy, dengan beking dana yang sangat besar, Carrefour bisa mengalahkan siapa saja. Padahal yang dihadapi Hero bukan cuma Carrefour, karena masih ada Goro dan Alfa, yang menerapkan model usaha serupa. Goro kini memiliki tiga outlet, sementara Alfa memiliki delapan gerai Alfa Grosir. Di luar itu, Alfa juga punya jaringan supermarket seperti Hero. Saat ini Alfa sudah mengoperasikan 27 gerai dan akan membuka empat gerai pada 2003. Hero dan Alfa juga bertarung di pasar minimarket. Sementara ini, pemenangnya adalah Alfa (lihat, Balik Modalnya Lebih Cepat). Tahun lalu Alfa membukukan penjualan yang lebih tinggi ketimbang Hero, yakni Rp 3,3 triliun, dan laba sedikit di bawah Hero (Rp 30,6 miliar). Menurut analis Danareksa Sekuritas, Yohanes Salim, dengan peta persaingan yang jauh lebih ketat dibanding toko serba ada (department store), Hero memang harus melakukan diversifikasi usaha. “Tanpa itu, Hero akan terus mendapat tekanan dari Carrefour,” kata Yohanes. Dan Rani Sofjan menambahkan, dari kiat-kiat Carrefour terlihat bahwa perusahaan retail terbesar di Eropa yang baru masuk ke Indonesia pada 1998 itu lebih mementingkan strategi memperkuat merek (brand) dan menomorduakan keuntungan. “Dengan cara itu, pangsa pasarnya terus meningkat,” kata Rani. Jadi, medan perang yang dihadapi Hero sangat berat. Alfa pun memilih ke pinggir ketimbang berhadapan langsung dengan Carrefour. “Kami lebih memilih pasar kelas menengah ke bawah daripada bertarung di kelas menengah ke atas,” kata Investor Relation Alfa Retailindo, Shiantaraga, kepada Priandono dari Tempo News Room. Yang pasti, selain menghadapi Carrefour, Hero juga mesti bersaing melawan Alfa dan Goro. Jelas itu bukan pertarungan yang mudah. Sayangnya, manajemen Hero memilih bungkam ketika ditanya soal persaingan tersebut.
BISNIS RETAIL ALFAMART

Alfamart mucul sebagai salah satu alternative tempat berbelanja kebutuhan rumah tangga yang berkembang pesat yang diorganisir secara modern. Strategi bisnis yang diaplikasikan (agakya) mengadopsi Mc. Donaldization.
Bisnis Retail Alfamart mengadopsi prinsip Mc. Donaldization
Mc. Donaldization merupakan teori yang dimunculkan oleh George Ritzer berdasar pada pemikiran-kontemplasinya terhadap pengaruh besar organisasi fastfood terhadap kehidupan budaya dan social. Ray Krock seseorang dibalik berdirinya restoran cepat saji yang paling terasa penaruhnya yakni Mc. Donald. George ritzer mencatatdan menggaris bawahi 4 prinsip utama yang menjadikan Mc. Donald dapat berkembang kilat telur dari pemikiran Ray Krock untuk memajukan bisnis restoran miliknya. 4 prinsip tersebut adalah EFFICIENCY, CALCULABILITY, UNIFORMITY, CONTROL THROUGH AUTOMATION.
Efficiency atau dalam bahasa Indonesia disebut efisien berarti tepat, cepat dan hemat waktu, dan di zaman globalisasi segala sesuatu dituntut serba cepat. efisiensi waktu merupakan prioritas utama bagi masyarakat modern. Waktu bagi mereka adalah modal dan investasi penting dalam persaingan global ini. Semua aspek (tehnologi, ekonomi, politik, social, dll) bergegas berubah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat global ini. Menjamurnya restoran cepat saji merupakan salah satu contoh masyarakat saat ini lebih memilih segala sesuatu yang instan (cepat). Restoran-restoran yang menyajikan makanan yang menghabiskan waktu lama menjadi kurang diminati oleh masyarakat. Seperti juga beralihnya pilihan masyarakat dari berbelanja kebutuhan rumah tangga sehari- hari dipasar- pasar tradisional menjadi berbelanja cara baru di mini market, super market, dan atau hypermarket.
Kesibukan orang-orang dengan kegiatan meraka sehari-hari, membuat mereka lelah dan menjadikan mereka lebih memilih jalan atau akses yang mudah, cepat dan tidak merepotkan untuk berbelanja. Dan mini market adalah pilihan favorit berbelanja, tempatnya yang strategis dan sangat dekat dengan kompleks rumah tinggal membuat Alfamart banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai lapisan, semua orang hanya butuh sedikit waktu untuk berbelanja, apalagi dengan kemudahan lainnya yang membuat berbelanja di Alfamart semakin cepat seperti display barang yang varian dan modelnya lengkap disusun rapih dilengkapi label harga yang jelas. Dan tempat yang nyaman, menyenangkan Alfamart juga menjadi sarana rekreasi keluarga. Berbeda dengan cara berbelanja lama yang sekarang semakin ditinggalkan, berbelanja dipasar tradisional atau toko kelontong yang jauh dari rumah tinggal, harus melewati jalan yang kotor, becek dan tak nyaman karena harus berdesak bergerombolan dengan banyak orang, selain itu barang yang ditawarkan tidak begitu lengkap, butuh waktu lama untuk menanyakan tersedia atau tidaknya barang yang dibutuhkan, ditambah lagi tambahan waktu untuk menawar harga agar sesuai dengan keinginan pembeli. Jadi, berbelanja di minimarket memang sangat efisien. Ketepatan harga seoerti yang tercntum dalam label price, ketepatan hitungan total belanja dari mesin kasir merupakan diterapkannya prinsip CALCULABILITY atau ketepatan hitungan, prinsip ini juga terwujudkan dalam transaksi pembelian sembako atau buah dengan timbangan digital membuat kita yakin bahwa berat tersebut sesuai tidak seperti di pasar- pasar yang masih menggunakan timbangan lama yang mungkin valid lagi, atau kekhawatiran kecurangan mengurangi timbangan. Diberbagai gerai hampir setiap harga yang ditawarkan sama, seragam, manajerial pelaksanaan penjualan juga sama, pelayanan, fasilitas juga tak jauh berbeda, ini yang berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat untuk memilih Alfamart sebagai arena berbelanja kebutuhan harian, konsep UNIFORMITY yang diterapkan oleh Alfamart dan menjadi salah satu kunci kesuksesan bisnis retail ini.
Satu lagi yang menarik dari Alfamart adalah profil Albi si lebah sebagi ikon Alfamart, yang berkarakter ramah, menyenangkan dan siap membantu siapapun kapanpun, penuh ketulusan, selalu tanggap terhadap perubahan disekitar. Munculnya Albi disetiap acara Alfamart seperti saat pembukaan gerai baru, Albi membagikan topi balon, atau balon Alfamart merupakan salah satu strategi pemasaran dengan memperkuat merek melalui ikon, Alfamart mensosialisasikan, menguatkan merek dengan ikon. Ini yang membuat Alfamart sangat dikenal dengan reputasi dan prestise yang baik, selain gencarnya iklan dan kegiatan- kegiatan Sosial responsibility yang dilakukan baru-baru ini seperti peduli korban merapi, bantuan motor dan sembako ke YKAKI, persatuan bulu tangkis tangkas Alfamart. Ini gambaran CONTROL THROUGH AUTOMATION yang dilakukan. Alfamart menjadikan dirinya bukan hanya merek dagang yang hanya berpikir tentang menaikkan keuntungan bisnis yang sebesar- besarnya, namun Alfamart juga berpikir jauh untuk membuat merek dagang ini bertahan lama dengan melibatkan diri dalam aspek lain selain ekonomi yakni social, pendidikan, serta humanitarian.
Perusahaan dagang yang sudah ada sejak tahun 1989 ini terus berkembang hingga 2009 telah memiliki 3000 gerai cabang. Terus berinovasi agar visinya “menjadi jaringan distribusi retail terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat luas, berorientasi pada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan kebutuhan, dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global” . dapat tercapai. visi itu tertejemahkan dengan berkembangnya bisnis waralaba (franchisee) lagi- lagi prinsip- prinsip EFFICIENCY, CALCULABILITY, UNIFORMITY, CONTROL THROUGH AUTOMATION diterapkan.
Penutup
Strategi bisnis organisasi modern seperti Alfamart seharusnya diadopsi juga oleh pedagang- pedagang tradisional, agar kemudahan dunia global tak hanya dinikmati oleh pebisnis modern. Aplikasi prinsip- prinsip kemodernan tanpa harus kehilangan nilai- nilai tradisional yang arif seperti komunikasi personal antar penjual dan pembeli yang menciptakan harmonisasi lingkugan dan nilai- nilai tradisional lainnya,