Minggu, 18 April 2010

Pandangan Syariah Tentang Membalik Utang

sumber : www.google.com

Tahukah Anda apa itu Membalik Hutang? Qalbu dain (membalik utang) adalah suatu hal yang haram, dengan kesepakatan ulama. Yang dimaksud dengan qalbu dain adalah menambahkan nilai utang yang menjadi tanggung jawab orang yang berutang, dengan cara apa pun.

Membalik Utang (bagian pertama dari dua tulisan)

Qalbu dain (membalik utang) adalah suatu hal yang haram, dengan kesepakatan ulama. Yang dimaksud dengan qalbu dain adalah menambahkan nilai utang yang menjadi tanggung jawab orang yang berutang, dengan cara apa pun.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Jika jatuh tempo utang sudah tiba sedangkan orang yang berutang sedang dalam kondisi kesulitan membayar utangnya, maka tidak diperbolehkan membalik utang, baik dengan transaksi tertentu atau pun tanpa transaksi, dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin. Bahkan, wajib memberi penangguhan kepadanya. Jika orang yang berutang dalam kondisi mampu melunasi utangnya, maka dia berkewajiban untuk segera melunasi utangnya. Jadi, tidak ada alasan untuk membalik utang, baik orang yang berutang itu mampu melunasi utangnya atau pun sedang dalam kondisi kesulitan.” (Majmu` Fatawa: 29/419)

peluang bisnis pulsa syariah

sumber : www.google.com

Peluang Bisnis Blog

Peluang Bisnis Blog dot Com adalah network blog kami yang berisi banyak artikel seputar peluang bisnis dan blogging for money. Kami juga menerima artikel review tentang usaha online, produk dan jasa. Blog ini dapat Anda jumpai di: peluangbisnisblog.com

Pulsa Murah

Bisnis Pulsa dengan harga yang murah tentu saja merupakan nilai tambah yang luar biasa. Banyak jenis bisnis pulsa yang juga mampu memberikan penghasilan besar serta tumbuh berkembang tanpa banyak campur tangan setelah group pemakai pulsa di group Anda mulai tumbuh berkembang. Saya senang menjalankan bisnis pulsa dengan sistem jaringan, karena memberikan kemungkinan untuk menghasilkan seperti itu tadi, pasif income: PlazaPulsa.Com

Peluang Usaha Kecil

Yes peluang usaha kecil namun bisa memberikan penghasilan lumayan di internet dapat Anda temukan koleksinya di blog khusus Peluang usaha dengan modal kecil ini: PeluangUsahaKecil.Net

Bisnis Text Link Gratis

Bisnis Jualan Text Link bisa mendatangkan pasif income yang lumayan sekali loh, hasilnya pun dalam dollar dan masuk ke paypal Anda. Ini ada Tutorial lengkap tentang jualan link ini, bisa anda download disini: Tutorial Backlinks.com.

Bisnis Website Hosting Dahsyat

Nah kalau anda ingin berbisnis website dahysat dan tanpa repot maka bisnis website hosting satu ini yang anda cari, komisi berlapis, dengan produk website hosting yang pasti terpakai: Bisnis Website Hosting SitusProfit

Strategi Pemasaran Syariah Dalam Menciptakan Keunggulan Bersaing

sumber : www.google com

Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Diferensiasi pasar rasional dan pasar emosional kuranglah tepat jika dinisbatkan pada Umat Islam. Munculnya perbedaan pasar rasional dan pasar emosional sesungguhnya berawal karena market share di industri perbankan syariah relatif masih kecil baru pada kisaran angka 1,7 persen. Bank Indonesia (BI) telah membidik target market share di industri perbankan syariah pada 2008 pada angka 5%.
Pada bagian akhir bukunya, penulis yang kelahiran Jeneponto, Sulawesi Selatan ini menggambarkan profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan: (1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa); seorang pemasar syariah diperintahkan untuk selalu mengingat kepada Allah Swt walaupun sedang sibuk dalam aktifitas pemasarannya. (2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq), seorang pemasar syariah senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, simpatik dan rendah hati dalam menciptakan nilai pelanggan unggul; (3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil) karena Allah Swt mencintai orang-orang yang berbuat adil membenci orang-orang yang berbuat zalim; (4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat), sikap melayani adalah sikap utama seorang pemsar syariah; (5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif), seorang pemasar syariah harus dapat menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai wakil dari perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan; (6) Jujur dan terpercaya (al-amanah), seorang pemasar syariah haruslah dapat dipercaya dalam memegang amanah; (7) Tidak suka berburuk sangka (su'uzhzhann), Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menghormati satu sama lain dalam melakukan aktifitas pemasaran; (8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah), seorang pemasar syariah dilarang ghibah atau menjelek-jelekkan pesaing bisnis lain karena ghibah artinya keinginan untuk menghancurkan orang, menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain; (9) Tidak melakukan sogok (risywah), menyogok dalam perspektif syariah hukumnya haram dan termasuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara batil.

MIKRO SYARIAH (Pemasaran usaha syariah)


sumber : www.google.com

Bank Syariah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan bank konvensional. Keunggulan inilah yang menjadikan Bank Syariah memiliki pangsa pasar khusus dengan segmen pelanggannya sendiri. Diantara segmen pelanggan pengguna jasa Bank Syariah terdapat para pelaku usaha mikro. Usaha mikro selama ini terbukti tahan dalam menghadapi terjangan krisis moneter yang pernah melanda Indonesia tahun 1998 silam. Pelaku usaha mikro hingga sekarang masih memiliki jumlah yang cukup besar dan bertambah besar dari tahun ke tahun, dan merupakan peluang Bank Syariah untuk mengembangkan bisnisnya secara Syariah dengan tambahan porsi pelanggan dari para pelaku usaha mikro. Bahkan pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada para pelaku usaha mikro.


Perhatian Pemerintah

Pemerintah terus berupaya meningkatkan jumlah para pelaku usaha mikro, bahkan sampai pada pendidikan. Upaya ini bertujuan agar terbentuk wirausaha-wirausaha baru yang akan menjadi para pelaku dari usaha di berbagai bidang baik dengan skala mikro, kecil hingga menengah. Terbentuknya para pelaku usaha ini akan dapat banyak membantu pemerintah untuk mengatasi beberapa permasalahan. Pertama yaitu masalah pengangguran, yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun dan parahnya lagi, jumlah penggangguran ini diantaranya adalah pengangguran terdidik lulusan pendidikan tinggi. Kedua, dengan terserapnya pengangguran oleh para pelaku usaha, diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang semakin luas. Ketiga, persaingan usaha mikro akan menuntut para pelaku usaha untuk meningkatkan inovasi, inovasi inilah yang akan diharapkan pemerintah untuk digunakan para pelaku usaha mengelola kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah, hingga tujuan lain pemerintah seperti peningkatan daya saing bangsa dari inovasi ini juga akan tercipta.

Upaya peningkatan jumlah wirausaha baru ini juga sampai pada tingkat pendidikan, tidak hanya dalam bentuk pelatihan dan magang saja, tetapi sekarang juga terdapat wacana memasukkan materi kewirausahaan sebagai bahan ajar untuk tingkat sekolah dasar (SD) mulai kelas 4.

Perhatian pemerintah tidak hanya sampai disitu, karena pemerintah juga telah siap memberikan perangsang agar ada pihak, termasuk sektor perbankan juga serius menggarap sektor usaha mikro ini. Banyak sekali bentuk perangsang itu, salah satunya yaitu lewat sebuah lembaga keuangan milik pemerintah, yang bernama lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) milik Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, siap bermitra dengan pihak yang serius menggarap potensi usaha mikro ini. Tidak terkecuali juga pihak yang mengelola secara syariah.


Kerjasama dan Kemitraan

Banyaknya kemudahan oleh pemerintah diharapkan juga menjadi momentum bagi Bank Syariah untuk turut menggarap sektor usaha mikro. Dukungan dari pemerintah, yang salah satunya lewat LPDB itu, bisa diharapkan dari para pelaku usaha mikro agar dapat dimanfaatkan juga oleh Bank Syariah untuk menjalin kerjasama dan kemitraan, sehingga layanan perbankan secara syariah juga dapat dinikmati calon nasabah dari para pelaku usaha mikro ini. Akhir-akhir ini banyak Bank konvensional berlomba-lomba membuka pelayanan perbankan khusus untuk pelanggan dari sektor usaha mikro, hingga kantor cabangnya hampir tampak di setiap daerah dan pelosok, dan banyak dari para pelaku usaha mikro yang sebenarnya juga berharap ingin bertransaksi bank secara syariah. Langkah dari bank konvensional dan potensi calon pelanggan dari sektor pelaku usaha mikro ini diharapkan dapat memacu Bank Syariah juga melakukan langkah serupa dengan yang telah dilakukan Bank konvensional tersebut.

Beberapa promosi pemasaran akhir-akhir ini juga banyak dilakukan oleh Bank Syariah. Apabila langkah dari bank konvensional juga bisa diikuti bank Syariah yang kemudian dipadu dengan promosi pemasaran untuk pengembangan usaha dari bank syariah maka akan membuat semakin banyak calon pelanggan menggunakan dan bertransaksi jasa perbankan secara syariah.

Swot Analysis Perbankan Syariah di Indonesia

sumber : www.google.com

Bank Syariah di Indonesia telah muncul semenjak tahun 1992, dimana dimulai dari keresahan sebahagian umat Islam akan adanya riba pada bank konvensional yang mengakibatkan sebahagian masyarakat Indonesia gemar menyimpan uangnya di rumah daripada di bank. Dalam 6 tahun perkembangannya hingga tahun 1998, hanya satu bank syariah beroperasi di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia. Penyebabnya adalah pada rentang waktu tahun 1992 hingga 1998, di dalam UU No.7/1992 tentang perbankan tidak dikenal adanya sistem perbankan syariah, yang diakui hanya bank dengan prinsip bagi hasil. Hal ini mengakibatkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia sedikit tersendat.

Setelah keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan yang mengubah Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992, mulai mengakomodir peraturan tentang bank syariah di dalamnya, serta diperkuat oleh UU Bank Indonesia Nomor 23 tahun 1999, barulah lahir bank syariah lain dan berkembang dengan pesat. Dimana telah diakuinya bank berdasarkan prinsip syariah untuk beroperasi di Indonesia, hal ini menandai lahirnya dual banking system di Indonesia yang berarti baik bank konvensional maupun bank syariah keduanya diakui dalam sistem perbankan di Indonesia.

Meskipun pada UU Nomor 10/1998 telah mengakomodir peraturan bank syariah, namun belum mengatur ketentuan perbankan syariah pada pasal-pasal khusus. Pada UU tesebut ketentuan bank syariah baru diatur sebatas mendefinisikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip syariah yang digunakan pada perbankan. Dengan lahirnya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah perkembangan bank syariah ke depan akan mempunyai peluang usaha yang lebih besar di Indonesia. Sebagai gambaran laporan pada triwulan I 2009 jumlah bank syariah di Indonesia mencapai 31 Bank, terdiri dari 5 Bank Umum Syariah (BUS) dan 25 Unit Usaha Syariah (UUS) bank umum dan 133 BPRS[1].

4.1.Kekuatan Yang Dimiliki

Perbankan syariah memiliki karakteristik yang menjadi keunggulan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadi kekuatan yang mampu menggerakkan perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang ke arah lebih baik dalam rangka memperluas market share perbankan syariah.

1. Sesuai dengan prinsip syariah, baik dari akad, produk, penyaluran.

Apabila selama ini banyak masyarakat terutama segmen masyarakat yang religius enggan untuk menyimpan dananya di bank karena adanya riba berupa bunga. Maka dengan kehadiran bank syariah maka segmen masyarakat tersebut akhirnya memiliki solusi untuk menyimpan dana yang mereka miliki tidak lagi di bawah bantal, karena kondisi kedaruratan yang selama ini menjadi dasar masyarakat muslim untuk menabung di bank konvensional telah hilang seiring dengan telah hadirnya bank syariah di Indonesia. Sehingga apabila masih ada orang yang berargumentasi menabung di bank konvensional boleh secara agama karena situasi darurat, maka itu adalah argumentasi yang keliru. Akad-akad muamalah yang menjadi landasan dalam setiap transaksi di perbankan syariah menunjukkan bahwa setiap transaksi itu selalu dengan prinsip syariah.

Produk-produk perbankan syariah baik produk penghimpunan dana maupun produk penyaluran dana keduanya sesuai dengan prinsip syariah. Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak bank dengan nasabah penabung dan antara pihak bank dengan nasabah peminjam, sehingga keuntungan bank adalah selisih antara bunga yang diberikan kepada nasabah penabung dengan bunga yang dikenakan kepada nasabah peminjam. Maka pada bank syariah akad yang terjadi adalah akad yang terintegrasi baik antara pihak bank dengan nasabah penabung maupun dengan nasabah peminjam. Sehingga apabila bagi hasil yang diberikan dari nasabah peminjam kecil maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun akan kecil pula.

Pada bank konvensional, penyaluran dana bebas tanpa syarat sehingga dana dapat disalurkan kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan prinsip syariat, misalkan bantuan kredit untuk pembangunan pabrik bir. Maka di bank syariah, adanya larangan bank syariah untuk menyalurkan dana kepada sektor-sektor usaha yang mungkin bertentangan dengan aturan syariat atau dapat menimbulkan kemudharatan. Sehingga nasabah pun akan lebih aman dalam bertransaksi dengan bank syariah, mereka tidak perlu khawatir dana yang mereka taruh dipergunakan tidak sebagaimana mestinya, dan nasabah bisa mengawasi apabila ternyata bank syariah menyalurkan dana untuk sektor usaha yang bertentangan dengan aturan syariat. Apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip syariat, maka nasabah dapat melaporkan kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada di tiap bank syariah.

Pola pengawasan pada bank syariah terjadi dua tahap, yaitu pengawasan terhadap kinerja pengelolaan bank syariah dari aspek manajemen dilakukan oleh dewan komisaris. Sementara dari aspek pengawasan terhadap pelaksanaan aturan syariat dilakukan oleh dewan pengawas syariah. Selain itu produk yang akan dikeluarkan pun harus memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, hal ini menimbulkan ketenteraman bagi pihak nasabah bahwasanya seluruh akad, produk dan penyaluran pada bank syariah sudah benar-benar sesuai dengan aturan prinsip syariat.

2. Sistem yang lebih adil dan menenteramkan bagi umat

Sistem perbankan syariah lebih adil baik dari aspek nasabah penabung maupun nasabah peminjam. Nasabah penabung saat ini tidak perlu lagi takut dananya hilang seperti pada saat krisis 1997 dimana banyak bank yang terpaksa dilikuidasi, karena bank syariah dalam setiap aktivitasnya selalu didasarkan pada sektor riil. Dan bagi hasil pun dapat lebih besar daripada bunga yang diberikan oleh bank konvensional, apabila bagi hasil yang diberikan oleh nasabah peminjam besar maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun akan besar pula. Sehingga sistem ini akan terbukti lebih adil dan menenteramkan bagi nasabah penabung.

Sementara nasabah peminjam pun tidak perlu lagi takut dengan bunga tinggi, pada krisis 1997 banyak usaha yang bangkrut akibat kesulitan dalam membayar bunga kredit yang tinggi. Dalam sistem bunga, bank tidak peduli dengan kondisi perusahaan yang dibantu, yang penting bagi bank adalah perusahaan tersebut. Berbeda dengan bank syariah, dimana yang diterapkan adalah bagi hasil sehingga apabila pendapatan usaha pada saat itu sedang kecil maka bagi hasil yang dibagikan akan kecil pula. Begitu pula sebaliknya apabila pendapatan usaha meningkat, maka bagi hasil yang dibagikan pun akan meningkat pula. Sehingga nasabah yang mengajukan pembiayaan di bank syariah tidak perlu takut terhadap beban bunga yang tinggi lagi. Sebab bagi hasil yang disetorkan kepada pihak bank tergantung pada pendapatan usaha yang diperoleh.

3. Telah terbukti tahan krisis

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada semenjak pertengahan tahun 1997 berawal dari gejolak moneter di negara tetangga, sehingga nilai tukar rupiah mengalami depresiasi besar. Kebijakan uang ketat sebagai upaya untuk menahan tekanan depresiasi rupiah direspons oleh pasar dengan berkurangnya kepercayaan investor terhadap rupiah. Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1997 Bank Indonesia melepaskan band intervensi yang menandakan kebebasan kurs dolar bergerak sepenuhnya menurut mekanisme pasar[2].

Intervensi Bank Indonesia dalam bentuk menaikkan tingkat suku bunga SBI sebagai upaya dalam menahan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga perbankan yang menyebabkan ekonomi kekurangan likuiditas yang mengakibatkan kegiatan dunia usaha menjadi stagnan. Gejolak yang terjadi ini merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil. Uang tidak lagi hanya sekedar berfungsi sebagai alat tukar melainkan telah menjadi barang komoditas sebagai akibat adanya motif spekulasi dari para pemegang uang. Sehingga sektor moneter seringkali telah lebih maju daripada sektor riil yang mengakibatkan munculnya fenomena bubble economic, yaitu seakan-akan ekonomi mengalami pertumbuhan yang tinggi namun tanpa memiliki fondasi yang kuat, sehingga apabila diterpa sedikit masalah maka akan langsung goyah dan telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997.

Ketidakterkaitan antara sektor moneter dan riil ini mengakibatkan persoalan serius. Beban bunga yang tinggi tidak akan mungkin mampu ditanggung oleh para pengusaha. Namun karena pengusaha memerlukan likuiditas kredit bunga tinggi terpaksa diambil. Tahap berikutnya bank tersebut mengalami kredit macet, karena para pengusaha tidak mampu membayar beban yang harus ditanggungnya. Selanjutnya, bank-bank yang mengalami kredit macet yang besar itu terancam eksistensinya, karena di satu pihak bank harus membayar bunga deposito yang tinggi, sedangkan di sisi lain pendapatannya menurun drastic karena kredit macet. Oleh karenanya, negative spread yang diderita bank-bank itu sangat besar yaitu sekitar 20%, sehingga modal dari sebagian besar bank telah habis dimakan non performing loan dan negative spread.[3]

Akibat dari hal ini dari Bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1998[4], pemerintah telah menutup tidak kurang dari 55 bank di samping mengambil alih 11 bank (bank take over) dan 9 bank lainnya dibantu melakukan rekapitalisasi. Semua bank-bank BUMN dan BPD pun harus ikut direkapitalisasi, bahkan untuk menyehatkan perbankan 4 bank BUMN yaitu BPD, BDN, Bank Exim dan Bapindo harus dimerger menjadi bank Mandiri dalam rangka untuk memperkuat permodalan. Biaya restrukturisasi dan penyehatan perbankan yang besar harus ditanggung oleh rakyat melalui APBN.

Hal ini berbeda pada sistem keuangan syariah yang menganggap uang hanya sebagai alat tukarb dan bukan sebagai komoditas. Sebagai alat tukar uang tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila dikonversi menjadi barang atau jasa. Dengan demikian setiap transaksi keuangan harus dilatarbelakangi dengan sektor riil. Ketika banyak bank konvensional yang mengalami negative spread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu melewati krisis ekonomi ini dengan baik tanpa mengalami gejolak yang berarti. Hal ini menunjukkan bank syariah tidak akan mengalami gejolak yang berarti apabila terjadi krisis ekonomi, karena segala aktivitas perbankan syariah selalu mempunyai sandaran sektor riil. Suatu bank syariah tidak akan menaruh dananya kepada transaksi yang bersifat derivatif tanpa ada sandaran sektor riil dibelakangnya, hal ini dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya bubble economic dalam sistem perbankan syariah.

Kemampuan perbankan syariah dalam melewati krisis ini mendapat pengakuan dari pemerintah yang membuahkan hasil dengan keluarnya Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Hal ini menandai diakuinya perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan di Indonesia, apabila dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 yang diakui hanya bank berdasarkan prinsip bagi hasil maka dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 mulai diakuinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Sehingga semenjak UU No. 10 tahun 1998 ini diberlakukan Indonesia secara resmi menganut dual banking system dalam sistem perbankannya, dimana perbankan konvensional dan perbankan syariah berdampingan dalam sistem perbankan di Indonesia.

4. Mempunyai payung hukum perundang-undangan

Dengan lahirnya Undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah memiliki peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Selama ini kendala dalam perkembangan perbankan syariah adalah ketiadaan payung hukum tersendiri yang khusus mengatur tentang perbankan syariah. Apabila kita melakukan kilas balik sejarah dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992, pada waktu itu istilah bank syariah belum diakui dalam sistem perbankan di Indonesia. Hanya saja waktu itu bank syariah diakomodir dengan diakuinya bank dengan prinsip bagi hasil dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang mengakibatkan perkembangan perbankan syariah pada rentang waktu tersebut sangat lambat.

Sehingga sampai dengan tahun 1998 hanya ada satu perbankan syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, namun seiring waktu sebagai pembuktian akan bank syariah yang tahan krisis maka lahirlah Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang mulai mengakui bank berdasarkan prinsip syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Dan mulai bermunculan bank-bank syariah baik berupa bank umum maupun unit usaha syariah yang merupakan unit usaha dari bank konvensional yang khusus berkonsentrasi dalam menangani nasabah yang hendak bertransaksi secara syariah serta bank perkreditan rakyat syariah (BPRS), yang diikuti perkembangan asset dan nasabah bank syariah yang cukup pesat.

Akan tetapi masih ada keresahan dari pihak perbankan syariah bahwasanya mereka masih membutuhkan Undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan syariah, hal ini perlu dilakukan mengingat banyaknya instrument yang dibutuhkan oleh perbankan syariah tidak mampu atau belum diakomodir dalam peraturan perundang-undangan tentang perbankan yang berlaku. Dan hal yang dinantikan ini akhirnya terwujud dengan lahirnya Undang-undang no. 21 tahun 2008. Diharapkan dengan lahirnya Undang-undang ini diharapkan target penguasaan market share perbankan syariah sebesar 5% yang tidak tercapai pada tahun 2008 mampu direalisasikan pada tahun 2009. Dan semoga ke depannya perbankan syariah mampu memiliki penguasaan market share yang seimbang dengan perbankan konvensional.

4.2.Kendala Yang Dihadapi

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia selain memiliki kekuatan namun ada pula beberapa kendala yang dihadapi oleh perbankan syariah di Indonesia:

1. Permasalahan keterjangkauan jaringan yang masih rendah dan belum merata di seluruh propinsi di Indonesia.

Hal ini merupakan salah satu hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk melihat preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang salah satunya caranya diatasi dengan office channeling, yaitu bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah dapat membuka konter layanan syariah di cabang konvensionalnya. Apabila sebelumnya bank yang memiliki unit usaha syariah hanya dapat melayani nasabah yang ingin membuka rekening di unit usaha syariah harus datang ke cabang syariah. Maka dengan adanya office channeling ini mereka tidak perlu datang ke cabang syariah, tapi bisa dilayani di cabang konvensionalnya yang membuka konter layanan syariah.

Bank umum syariah banyak yang mengambil kebijakan untuk bekerjasama dengan bank konvensional atau instansi lain dalam rangka memperluas pasarnya. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mengambil kebijakan untuk bekerjasama dengan PT Pos Indonesia dalam rangka memperluas pasarnya dalam memasarkan shar-e. Dengan jaringan PT Pos Indonesia yang luas ke seluruh kecamatan di Indonesia, diharapkan akan memberi kemudahan kepada nasabah yang ingin bertransaksi di seluruh Indonesia. Selain itu Bank Muamalat Indonesia bekerjasama dengan Bank BCA, sehingga kartu ATM shar-e dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi baik tunai maupun non tunai di seluruh jaringan ATM yang dimiliki BCA.

Bank Syariah Mandiri sebagai anak perusahaan dari Bank Mandiri memanfaatkan jaringan ATM yang dimiliki oleh Bank Mandiri di seluruh Indonesia untuk dapat dimanfaatkan oleh para nasabah Bank Syariah Mandiri untuk melakukan transaksi penarikan tunainya tanpa dikenakan biaya. Pemanfaatan jaringan ATM Bank Mandiri oleh Bank Syariah Mandiri adalah sebagai salah satu upaya dalam memperluas pelayanan jaringan kepada masyarakat.

1. Nasabah yang tidak loyal kepada bank syariah

Dalam perkembangan nasabah yang menggunakan jasa perbankan syariah terbagi atas dua segmen nasabah, yaitu yang pertama adalah nasabah yang loyal terhadap perbankan syariah, dimana ia menggunakan jasa perbankan syariah karena semangatnya untuk menegakkan syariat. Sehingga ia tidak akan mempersoalkan berapa besaran persentase bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah jika dibandingkan dengan besaran tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional. Jenis nasabah ini sering dikatakan sebagai nasabah emosional, yaitu menggunakan jasa perbankan syariah berdasarkan penerapan aturan syariat yang dilaksanakan.

Segmen nasabah yang kedua adalah nasabah yang tidak loyal kepada perbankan syariah, dimana mereka menabung di bank syariah dengan memperbandingkan berapa besaran persentase bagi hasil di bank syariah dengan tingkat suku bunga di bank konvensional. Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), segmen nasabah ini masih loyal di bank syariah, tetapi lebih dari itu, segmen nasabah ini bisa berpindah ke bank konvensional. Jenis nasabah ini seringpula dikatakan sebagai nasabah rasional yaitu bertransaksi dengan bank syariah berdasarkan keuntungan yang didapat. Walaupun sebenarnya dikotomi antara nasabah emosional dan nasabah rasional tidak sepenuhnya tepat, karena nasabah bank syariah yang loyal justru sebenarnya mereka merupakan nasabah yang rasional yang melihat segala sesuatu tidak hanya keuntungan jangka pendek semata akan tetapi juga memperhitungkan keuntungan jangka panjang. Begitu pula pada nasabah yang tidak loyal justru sebenarnya mereka merupakan nasabah yang emosional yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek semata.

Pada triwulan ketiga tahun 2005[5] tren meningkatnya suku bunga berdasarkan analisis BI juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun 2005. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang.

1. Kurangnya pemasaran dan promosi

Promosi yang dilakukan oleh dunia perbankan syariah masing sangat kurang, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana mengakses layanan perbankan syariah. Aspek pendanaan memang menjadi kendala utama dalam melakukan promosi di bank syariah, minimnya anggaran promosi yang dimiliki menyebabkan kurang gencarnya promosi yang dilakukan oleh bank syariah. Sementara anggaran promosi di bank konvensional relatif lebih besar dibandingkan dengan di bank syariah, akhirnya menyebabkan gaung perbankan syariah masih kalah dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Hal ini dapat disiasati dengan dilakukannya promosi bersama oleh seluruh bank syariah yang ada termasuk bekerjasama dengan Bank Indonesia. Salah satu bentuk pemasaran bersama yang dilakukan adalah dengan memperkuat brand perbankan syariah melalui peluncuran logo iB (Islamic Banking) oleh Bank Indonesia. Diharapkan hal ini akan memperkuat branding perbankan syariah, karena setiap layanan perbankan syariah saat ini menggunakan nama yang sama yaitu iB, dan tidak lagi menggunakan istilah yang membingungkan masyarakat. Penamaan produk yang lebih sederhana menyebabkan masyarakat awam lebih mudah mengingat mengenai perbankan syariah, apabila sebelumnya jika masyarakat mau menabung maka produk tabungannya adalah “tabungan mudharabah”, mungkin hal ini menyebabkan sebahagian masyarakat tidak mudah mengingatnya karena istilah ini masih asing. Tetapi saat ini apabila mereka hendak menabung, maka produk tabungannya di seluruh bank syariah diberi nama tabungan iB, yang berguna untuk memperkuat branding di masyarakat yang menyebabkan mereka tidak sulit lagi untuk mengingat produk layanan yang ditawarkan oleh perbankan syariah.

Tanpa promosi yang memadai maka kemudahan masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah tidak akan optimal. Bank syariah harus mampu merancang suatu strategi promosi yang efektif agar masyarakat mengerti tentang berbagai produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah. Berdasarkan hal tersebut, Perbankan Syariah Indonesia dituntut untuk lebih giat mengembangkan usahanya, baik dalam sosialisasi, inovasi instrumen dan produk bank, pemberian pelayanan yang memuaskan dan memfungsikan Bank Syariah bukan hanya sekedar sebagai lembaga finansial dan komersial tapi juga lembaga keuangan sosial karena dengan masuknya Bank Syariah dalam kegiatan sosial akan melahirkan sentimen positif dalam berbagai hal.

1. Kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat

Bank Syariah kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perkembangan perbankan Syariah yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada sebahagian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi Syariah merupakan suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai pelaksanaan kewajiban Syariat Islam. Namun sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dirasakan masih kurang, sehingga banyak masyarakat yang berasumsi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara bank syariah dengan bank konvensional hanya sekedar menambahkan label syariah di belakang nama banknya serta merubah istilah bunga menjadi bagi hasil.

Ketidaktahuan masyarakat tentang sistem bagi hasil yang ditawarkan oleh perbankan syariah ini diakibatkan masih kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Bank syariah harus membuat strategi edukasi dan sosialisasi yang mampu mengenalkan bank syariah kepada seluruh segmen masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendekati tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun tokoh informal di suatu daerah tertentu yang memiliki massa dan jaringan yang luas untuk memperkenalkan bank syariah di daerah tersebut. Strategi beberapa bank syariah yang masuk ke dalam kampus adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk mengenalkan dan memberikan edukasi kepada mahasiswa tentang perbankan syariah dan apa yang membedakannya dengan bank konvensional beserta keunggulan dan kelemahan sistem ini. Karena mahasiswa merupakan kader-kader pemimpin bangsa yang mampu meneruskan perjuangan perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia termasuk didalamnya karena mereka merupakan pangsa pasar potensial yang harus digarap sedari dini.

1. Kurangnya sumber daya manusia.

Bank Syariah seolah-olah disibukan oleh jargon “how to Islamize our banking system” dan lupa akan wacana ” how to Islamize the people involved in the banking industry”. Banyak masalah Bank Syariah disebabkan pemahaman dan kesadaran para praktisi Bank Syariah akan prinsip-prinsip ekonomi Islam (Bank Syariah) belum sepenuhnya dimengerti. Bank syariah saat ini masih kekurangan sumber daya manusia yang menguasai aspek fiqh tentang perbankan syariah dan pengetahuan manajemen perbankan praktis.

Permasalahan inilah yang harus dipecahkan bersama oleh seluruh pihak yang perhatian terhadap perkembangan industri keuangan syariah terutama perbankan syariah di Indonesia. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah memberikan pengetahuan dasar mengenai ekonomi syariah kepada pelajar dari tingkat SD, SMP dan SMA. Selain itu perlu disepakatinya suatu kurikulum standar yang berlaku di seluruh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan berbasis ekonomi syariah. Selain itu dari sisi internal, bank syariah harus memberikan pelatihan berkala kepada para karyawannya agar ilmu perbankan syariah yang mereka miliki selalu ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya agar tidak hanya “MengIslamkan sistem perbankannya” tetapi juga “Bagaimana mengIslamkan pula pihak-pihak yang terlibat dalam industri ini”

1. Membatasi instrumen dan produk bank pada bentuk tertentu

Bank syariah seringkali membatasi instrument dan produknya hanya pada beberapa produk tertentu, sehingga Bank-Bank Syariah kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Hal ini menunjukan tidak adanya keberanian dan kemauan yang sungguh-sungguh dari para pelaku Bank Syariah. Dengan memberikan pilihan bentuk investasi kepada para klien adalah jaminan akan kematangan konsep Bank Syariah, dimana setiap klien akan memilih instrumen-instrumen tadi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan peluangnya. Berbeda apabila Bank Syariah saat ini hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk-bentuk tertentu, dimana seorang klien dengan terpaksa hanya mengandalkan instrumen yang tersedia, hal itu bisa berakibat fatal apabila kemampuan klien dan peluangnya tidak bisa dikembangkan pada instrumen yang tersedia pada Bank Syariah.

Contohnya: seorang klien mempunyai peluang investasi yang mengandalkan bentuk musyarakah (partnership), dan ternyata bentuk investasi yang tersedia di bank hanya dalam bentuk murabahah dan ijarah. Dalam hal ini, memaksakan salah satu dari dua instrumen investasi yang ada tersebut untuk jenis investasi yang menggunakan akad lain dapat berakibat fatal dan berisiko tinggi. Sebab karakteristik dari masing-masing akad tersebut berbeda, apabila dipaksakan mungkin yang muncul justru kemudharatan dan mampu menjatuhkan citra dari perbankan syariah apabila di kemudian hari investasi tersebut ternyata macet.

Bank Syariah yang ada di Indonesia sedikit berbeda dengan bank-Bank Syariah yang ada di negara-negara lain seperti negara-negara timur tengah. pelayanan sosial pada perbankan Syariah di Indonesia masih sangat terbatas bahkan dibatasi oleh undang-undang perbankan Indonesia, dimana Bank Syariah di Indonesia tidak boleh melakukan pelayanan sosial yang selama ini menjadi kewenangan lembaga-lembaga sosial, namun dengan keluarnya Undang-undang perbankan yang baru hal ini telah diubah sehingga bank syariah pun dapat menjalakan fungsi pelayanan sosialnya.

Disamping itu, Instrumen dan produk Bank Syariah masih banyak mengandalkan sistem murabahah padahal Bank Syariah itu mempunyai banyak sistem investasi yang lebih unggul dan aman seperti mudharabah dan musyarakah dan lainnya. Hal ini disebabkan posisi perbankan syariah yang berusaha untuk bermain “aman” dalam penyaluran dana nasabahnya. Sebab sistem murabahah adalah sistem yang lebih pasti dan lebih gampang dalam menghitung bagi hasil yang akan diterima dan dibagikan.

4.3.Peluang Yang Dapat Diraih

Peluang yang dapat diraih oleh perbankan syariah terutama pasca disahkannya UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah

1. Perluasan market share perbankan syariah

Dengan Undang-undang perbankan syariah yang terbaru maka peluang untuk memperluas market share perbankan syariah sangat terbuka karena beberapa alasan berikut: pertama, Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi (diubah) menjadi Bank Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7); kedua; Apabila terjadi penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) yang terjadi antara Bank Syariah dengan Bank Non Syariah, maka bentuk badan hukumnya wajib berubah menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2); ketiga, Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila (Pasal 68 ayat 1): Unit Usaha Syariah telah mencapai asset paling sedikit 50% dari total nilai asset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah. Ketiga hal tersebut beberapa hal yang membuka peluang dalam perluasan market share perbankan syariah.

Hal lain yang dapat membuka peluang perkembangan bank syariah lebih cepat adalah dimungkinkannya warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang tergabung secara kemitraan dalam badan hukum Indonesia untuk mendirikan dan/atau memiliki Bank Umum Syariah (Pasal 9 ayat 1 butir b). Pemilikan pihak asing tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui pembelian saham di bursa efek (Pasal 14 ayat 1). Dengan demikian, banyak faktor-faktor pendorong yang terdapat pada Undang-undang Perbankan Syariah dalam menuju akselerasi pertumbuhan bank syariah ke depan.


Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan karimah (HIK)

sumber: www.google.com

bank pembiayaan rakyat syariah yang memiliki asset (konsolidasi) terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah (HIK) didirikan di Ciledug, Tanggerang-Banten oleh Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada yang tergabung dalam Yayasan Harapan Mulya Insani.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah didirikan berdasarkan akte notaris tertanggal 19 Desember 1992 dengan nama awal Bank Perkreditan Rakyat yang kemudian pada tahun 1993 merubah nama menjadi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah. Pada tahun 2009 Bank Perkreditan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah merubah namanya kembali menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan karimah sesuai peraturan Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008.

Setelah 17 tahun Bank Pembiayaan rakyat syariah Harta Insan Karimah menjadi sahabat para pengusaha menengah, kecil dan mikro, kini Bank Pembiayaan rakyat syariah Harta Insan Karimah telah memiliki kantor cabang yang tersebar di Ciledug, Karawaci dan Cikarang, serta kantor unit pelayanan pembiayaan di depok.

Konsistensi untuk memberikan pelayanan yang prima kepada para pengusaha menengah, kecil dan mikro (UMKM), mendorong didirikannya kembali Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah-Bekasi yang memiliki badan hukum tersendiri melalui akuisisi dari Bank Perkreditan Rakyat Baitulniaga Insani pada tahun 2005 dan kini telah memiliki kantor cabang di Jakarta pusat.

Pada tahun 2006 melaui akuisisi dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah Tolong Menolong Bermanfat ( TOAT), didirikan kembali Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah-Parahyangan yang memiliki badan hukum tersendiri dan telah memiliki kantor cabang di Cianjur.

Sampai sekarang Bank Pembiayaan rakyat syariah Harta Insan karimah telah memberikan fasilitas pembiayaan (konsolidasi) kepada golongan pengusaha kecil, pada tahun 2007 sebesar Rp. 131 Milliar yang meningkat menjadi Rp. 181 Milliar pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 sampai dengan November sebesar Rp 271 Milliar.

Pendirian Induk Harta Insan Karimah yang dilakukan melalui akuisisi dari suatu perusahaan pada tahun 2008, dimaksudkan sebagai lembaga pusat, perumusan dan pengendalian strategi korporat, serta memastikan sinergi antar perusahaan-perusahaan anak sebagai proses memaksimalkan potensi grup dalam mengembangkan ekonomi syariah dan memberikan nilai tambah kepada Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM).

Induk Harta Insan Karimah diharapkan dalam perjalannya dapat berperan menentukan struktur korporat; strategi pemasaran dan layanan; melakukan penguatan modal; mengkonsolidasikan keuangan korporat dan perusahaan anak; merumuskan nilai, norma, dan sikap dasar korporat; menentukan pengembangan usaha, baik akuisisi maupun aliansi, yang perlu dilakukan oleh perusahaan anak.

Induk Harta Insan Karimah berkomitmen menjaga amanah yang diberikan para investor serta berupaya memberikan manfaat lebih kepada para investor, sehingga optimalisasi investasi bukan hanya bersifat komersial karena mendapatkan bagi hasil tinggi, resiko yang relatif kecil karena dikelola dengan sangat hati-hati/ prudential banking dan tidak ada leverage akan tetapi berinvestasi pada Induk Harta Insan Karimah memiliki kelebihan khusus karena berwawasan sosial dengan komitmen pengembangan layanan Zakat, infaq dan shodaqoh .