Senin, 28 Desember 2009

efek krisis ekonomi terhadap pembangunan di indonesia

Krisis keuangan di Amerika Serikat sejak April 2008 meresahkan banyak negara, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 diprediksi menurun drastis ke angka 4,5%-5,5% turun 8%-25% dari target UU No 41/2008 tentang APBN 2009. Walaupun Pemerintah mewacanakan perubahan, walau APBN 2009 baru dimulai 1 Januari 2009, sampai saat ini belum ada usulan perubahan resmi kepada DPR sebagai pemegang hak bujet negara.

Asumsi makro ekonomi sesuai UU No 41/2008, yaitu: pertumbuhan ekonomi 6,0%, inflasi 6,2%, nilai tukar US$/Rp 9400, SBI 3 bulan 7,5%, harga BBM US$ 80/barel, lifting minyak 960 ribu barel/hari, lifting gas 7.526 MMSCFD, produksi batubara 250 juta ton, dan PDB Rp 5.327T. Penerimaan negara Rp 986T dan belanja negara Rp 1.037T dan defisit 1% terhadap PDB atau Rp 51,3T. Dari belanja negara, belanja Pemerintah Pusat Rp 712T yang dialokasi pada 76 kementerian dan lembaga pusat, sedangkan belanja Pemerintahan Daerah Rp 312T yang dibagi pada 33 Provinsi, 389 Kabupaten dan 96 Kota se-Indonesia. Angka penerimaan, belanja dan defisit ini turun dari usul semula pada penyampaian Nota Keuangan 15 Agustus 2008 dimana penerimaan Rp 1.022,6 triliun, belanja Rp 1.122,2 triliun dan defisit 1,9%. Ini karena asumsi harga BBM turun dari US$ 100/barel menjadi US$80/barel. Bila harga BBM dunia terus rendah tahun 2009, postur APBN 2009 mengecil lagi dibanding yang ditetapkan sekarang.

Bila prediksi penurunan akibat krisis 20%, penerimaan negara menjadi Rp 789T atau turun Rp 197T dan belanja negara Rp 830T atau turun Rp 170T. Bila pemerintah mempertahankan tingkat belanja negara sesuai UU Nomor 41/2008, tambahan pembiayaan Rp 197T sehingga defisit anggaran menembus 3% di atas ketentuan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Agar defisit tidak melebihi 3%, pembiayaan defisit tidak boleh lebih Rp 120T. Di tengah krisis likuditas, tambahan pembiayaan ini juga tidak mudah diperoleh.

Peluang perubahan APBN 2009 akibat dampak krisis dibuka pada Pasal 23 UU APBN 2009. Intinya, Pemerintah atas persetujuan DPR dapat mengambil langah-langkah mengubah asumsi makro, penghematan atau realokasi anggaran, penarikan pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan krisis lainnya. Perpu Nomor 2/2008 yang mengubah UU BI dan Perpu Nomor 3/2008 yang mengubah UU LPS, disahkan Sidang Paripurna DPR 18 Desember 2008, membolehkan BI membantu likuiditas atas jaminan agunan berkualitas dan LPS meningkatkan nilai jaminan simpanan nasabah bank dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar, sesungguhnya makin memperkuat sektor perbankan dan moneter dalam menghadapi krisis. Untuk Perpu No 4/2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), DPR minta Pemerintah menyempurnakan melalui RUU JPSK, bukan Perpu, sehingga rasionalitas pembahasan lebih solid. Konsistensi implementasi dapat minimalkan dampak krisis dan pertahankan level kesejahteraan rakyat.

Di tahun 2008, kenaikan harga BBM mencapai 147 US$/barrel menekan target pertumbuhan ekonomi yang semula 6,8% menjadi 6,4%. Aktualnya diperkirakan 6,3%. Sebenarnya, angka di atas 6% relatif menggembirakan dan mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid selama era reformasi. Pada Orde Baru pertumbuhan ekonomi pernah 9%. Pertumbuhan tahu 2008 lebih disumbang konsumsi yakni 66,5%. Di sisi permintaan, perekonomian hingga triwulan II 2008 didorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,3%, konsumsi pemerintah 2,2%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 12,8%. Pada sisi penawaran, perekonomian didorong laju kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi 19,2%, sektor listrik gas dan air bersih 11,2% dan sektor keuangan 8,7%. Pertumbuhan didorong konsumsi menimbulkan multiplier efek rendah dan impor meningkat.

Rabu, 02 Desember 2009

Ekonomi asia

ADB: Ekonomi Asia terbukti lebih tahan krisis

Keuangan | admin | September 23, 2009 at 12:40

JAKARTA (Bisnis.com): Asian Development Bank (ADB) menyatakan perekonomian Asia terbukti mampu lebih bertahan terhadap krisis global. Bahkan pertumbuhan ekonominya juga naik dari perkiraan semula 3,4% menjadi 3,9% tahun ini dan untuk 2010 akan sebesar 6,4% dari 6%.

Dalam Asian Development Outloook (ADO) 2009 Update yang dirilis pada Selasa, 22 September, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 3,9%, atau naik dari perkiraan sebelumnya, yang diungkapkan pada bulan Maret 2009 dalam Asian Development Outloook (ADO) 2009, yang hanya 3,4%. Untuk tahun 2010, proyeksi pertumbuhan juga dinaikkan menjadi 6,4% dari 6%. Pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Timur dan Asia Selatan menjadi kunci utama perbaikan prospek perekonomian Asia.

“Walaupun terjadi krisis secara global, ketahanan perekomian Asia akan memimpin pemulihan perekonomian global,” kata Kepala Ekonom ADB Jong-Wha Lee dalam siaran persnya yang diterima Bisnis.

Tindakan tepat yang telah dilakukan oleh banyak pemerintahan dan bank sentral, sistem finansial yang relatif lebih sehat pada saat sebelum terjadinya krisis global, dan pemulihan pertumbuhan yang cepat pada beberapa negara besar yang memiliki ketergantungan lebih rendah terhadap ekspor di kawasan ini, turut berkontribusi terhadap prospek yang lebih baik ini. Hanya saja, terjadi perbedaan prospek yang mencolok baik antara sub-regional maupun antar negara.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dinaikkan menjadi 4,4% dari 3,6% dalam ADO 2009. Di Republik Rakyat China, agresif pengenduran moneter dan masif stimulus fiskal oleh pemerintah telah menggerakkan perekonomian negara tersebut. Kini pertumbuhan China diproyeksikan mencapai 8,2% pada 2009 dan 8,9% pada 2010, atau meningkat dari proyeksi pertumbuhan pada Maret, yaitu 7% pada 2009 dan 8% pada 2010. Kontraksi yang lebih ringan juga diproyeksikan untuk perekonomian Korea, yang juga terbantu oleh program stimulus fiskal. Perekonomian Hong Kong, China dan Taipei, diproyeksikan berkontraksi lebih dalam dikarenakan penurunan signifikan dari permintaan terhadap ekspor mereka.

Proyeksi pertumbuhan di Asia Selatan dinaikkan menjadi 5,6% tahun ini, lebih tinggi dari proyeksi yang dilakukan pada Maret 4,8%, dikarenakan prospek yang membaik di lima dari delapan sub-regional ekonomi di kawasan tersebut. Ketergantungan yang terbatas terhadap ekspor menjadi salah satu kunci ketahanan sub-regional ekonomi tersebut terhadap efek buruk dari krisis global. Tanda-tanda pemulihan kepercayaan dari praktisi bisnis dan dilanjutkannya fiskal stimulus yang cukup besar telah memperbaiki proyeksi pertumbuhan ekonomi India menjadi 6% tahun ini, naik dari proyeksi yang dilakukan pada Maret sebesar 5%. Prospek yang memburuk diproyeksikan bagi Maldives dikarenakan menurunnya penerimaan dari sektor pariwisata, serta untuk Pakistan dan Srilanka dikarenakan ketatnya permintaan domestik dan melemahnya permintaan dunia.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara diproyeksikan menurun menjadi 0,1% tahun ini, menurun jika dibandingkan proyeksi pertumbuhan sebesar 0,7% yang dilakukan pada Maret. Prospek yang membaik untuk Indonesia dan Vietnam, tidak mampu mengimbangi prospek yang memburuk bagi perekonomian yang lebih terbuka (Malaysia dan Thailand) dan lebih kecil (Brunei Darussalam dan Kamboja).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk kawasan Asia tengah memburuk menjadi 0,5% tahun ini, dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan sebelumnya 3,9%, dikarenakan rendahnya harga berbagai komoditas, penurunan yang lebih dalam dari perekonomian Federasi Rusia (partner utama perdagangan kawasan), serta arus modal masuk, investasi, dan remitan. Perekonomian Kazakhstan diproyeksikan menurun sebesar 1% tahun ini, dikarenakan bergulat dengan krisis perbankan dan rendahnya harga minyak.

Proyeksi ekspansi perekonomian di kawasan Kepulauan Pasifik diturunkan sedikit menjadi 2,8% tahun ini dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 3% yang dilakukan pada Maret, dengan sebab utama penurunan pendapatan dari remitan dan pariwisata.

“Perbaikan prospek perekonomian regional jangan sampai membuat perekonomian di kawasan Asia menjadi puas. Penurunan perekonomian global yang berkepanjangan atau pembatalan fiskal stimulus yang tergesa-gesa dapat merusak pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung,” kata Lee.

Untuk membangun ketahanan perekonomian, kawasan Asia yang sedang berkembang harus memperluas cakupan dan struktur dari keterbukaannya. Untuk mengurangi risiko terhadap gangguan eksternal, para pengambil kebijakan di kawasan ini perlu menangani masalah ketidakseimbangan geografis dari struktur perdagangan, arus kapital, dan pergerakan pekerja.

Dengan mempromosikan keterkaitan ekonomi yang lebih kuat di dalam kawasan dan lebih menyeimbangkan struktur internal perekonomian dengan memberi peran yang lebih besar bagi permintaan domestik, para pengambil keputusan akan dapat menciptakan perekonomian kawasan yang tumbuh cepat, sekaligus stabil.

Lee menambahkan ADB yang berkedudukan di Manila, Filipina, bertekad untuk mengurangi kemiskinan di kawasan Asia dan Pasifik melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan yang berwawasan lingkungan dan integrasi regional. ADB didirikan pada tahun 1966 dan dimiliki oleh 67 negara anggota dimana 48 diantaranya ada di kawasan Asia. Pada tahun 2008 ADB menyetujui pinjaman sebesar US$10,5 miliar, US$811,4 juta proyek hibah dan bantuan teknis sebesar US$274,5 juta.